DRADIO.ID – 09 Mei 2025 , Masyarakat sipil menduga kuatnya dominasi negara dalam mengelola kekayaan alam menjadi pemicu Rancangan Undang-undang Masyarakat Adat (RUU Masyarakat Adat) tak kunjung ada pengesahan walau sudah belasan tahun jadi bahasan dan berulang kali masuk program legilasi nasional termasuk tahun ini.
Dampaknya, masyarakat adat kini terpinggirkan, kehilangan tanah, dan tak ada pengakuan dan perlindungan hak atas tanah dan sumber daya alam mereka. Masyarakat adat jadi pihak yang tidak relevan dalam pembangunan masa depan.
Negara pun lebih sering berpihak pada kepentingan modal besar daripada mengakui dan mendukung sistem pengelolaan adat yang terbukti lestari dan berkelanjutan.
Padahal, pendiri bangsa mengakui keberadaan komunitas adat dalam konstitusi yang disebut sebagai zelfbesturende landschappen (komunitas yang mengatur diri sendiri) dan Volksgemeenschappen (adat yang berbasis rakyat) dalam UUD 1945. Masyarakat adat memiliki hak dasar yang harus dilindungi UU, antara lain, wilayah, identitas budaya, aturan pemulihan hak, aturan penyelesaian konflik, kekayaan intelektual, serta perlindungan terhadap perempuan, anak, pemuda adat.
Karena itulah, RUU Masyarakat Adat jadi hal penting. Dengan melindungi masyarakat adat, harmoni keberagaman pun terjaga sebagai kekuatan untuk membangun masa depan bangsa yang inklusif.
Baca Juga
Maka dari itu pengesahan UU Masyarakat Adat itu penting dan urgen. Fakta di lapangan lebih dari 80% keanekaragaman hayati dilindungi masyarakat adat. Begitupun dengan data riset FWI, 70% hutan terbaik Indonesia berada di wilayah adat.
Belum lagi, peran masyarakat adat dalam mendukung kedaulatan pangan. Catatan FAO, 60%-80% pangan di negara berkembang, termasuk Indonesia, bergantung pada pangan lokal yang sebagian besar produksi dari wilayah adat, terutama oleh perempuan adat.
Bagi masyarakat adat, hutan bukan sekadar kumpulan pohon. Melainkan supermarket tempat mencari berbagai keperluan, mulai dari buah-buahan, sayuran, sumber protein, hingga bahan obat-obatan tradisional dan lain-lain.
Tanpa ada perlindungan hukum memadai, wilayah adat ini akan terus terancam kebijakan sektoral. Seperti terjadi di Papua dan Kalimantan, yang mengalihfungsikan hutan adat jadi food estate.(ADR)