DRADIO.ID – Sultan Thaha Syaifuddin adalah salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Provinsi Jambi yang ikut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Untuk mengingat perjuangannya, nama Sultan Thaha Syaifuddin pun banyak digunakan di berbagai tempat ataupun jalan salah satunya adalah bandara dan universitas Islam negeri di Jambi.
Terdapat Bandara Sultan Thaha Syaifuddin Jambi dan Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Syaifuddin, ini menjadi salah satu bentuk penghargaan kepada para pejuang bangsa yang telah gugur.
Sultan Thaha merupakan keturunan raja Kerajaan Melayu Jambi, ia merupakan keturunan ke-17 dari Ahmad Salim (Datuk Paduko Berhalo) dan Putri Selaras Pinang Masak.
Ayahnya adalah seorang Raja di Kejaraan Melayu Jambi, bernama Sultan Muhammad Fachrudin. Pahlawan yang dikenal dengan kegigihannya berjuang di Tanah Jambi itu memiliki nama kecil Raden Thaha Jayadiningrat
Sejak kecil, Sultan Thaha bersikap sebagai seorang bangsawan yang rendah hati dan suka bergaul dengan rakyat biasa. Menginjak usia remaja, ia mulai menonjolkan karakter sebagai seorang pemimpin.
Diketahui, Sultan Thaha Syaifuddin pernah diangkat sebagai Pangeran Ratu (semacam perdana menteri) di bawah pemerintahan Sultan Abdurrahman. Sejak itu, dirinya mulai menunjukkan sikap menentang Belanda.
Awal mula dari Sultan Thaha Syaifuddin menentang Belanda tersebut yaitu, ketika ia tidak mengakui perjanjian yang dibuat oleh sultan-sultan terdahulu dengan Belanda. Salah satu diantaranya perjanjian tahun 1833 yang menyatakan Jambi adalah milik Belanda dan dipinjamkan kepada Sultan Jambi.
Baca Juga
Belanda mengirim Residen Palembang untuk berunding dengan Sultan Thaha. akan tetapi rencana dari Belanda tersebut gagal.
Setelah itu, Belanda melancarkan serangann pada 25 September 1858 akibat dari penolakan tersebut. Pertempuran berkobar di Muara Kumpeh, pasukan Jambi berhasil menenggelamkan sebuah kapal perang milik Belanda. Akan tetapi, mereka tidak mampu mempertahankan kraton. Akhirnya, Sultan Thaha Syaifuddin menyingkir ke Muara Tembesi dan membangun pertahanan di tempat ini.
Setelah perjuangan rakyat berlangsung puluhan tahun lamanya, Sultan Thaha Syaifuddin membeli senjata dari pedagang-pedagang Inggris melalui wilayah Kuala Tungkal, Siak dan Indragiri.
Rakyat pun dianjurkan untuk tetap mengadakan perlawanan, pada 1885 mereka menyerang sebuah benteng Belanda di wilayah Kota Jambi. Sebelumnya, pos militer Belanda di Muara Sabak telah mereka hancurkan.
Pada tahun 1904, Belanda melakukan penyerbuan dan berhasil...