dr. Erni Situmorang, Dokter Ahli Forensik RS Bhayangkara Jambi. Foto: Muhammad Hair/dradio.id
DRADIO.ID – Kematian seorang santri pondok pesantresn (ponpes) Raudhatul Muhawwidin di Kabupaten Tebo, Jambi atas nama Airul Harahap (13) awalnya diduga karena tersengat arus listrik.
Hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan medis atau visum dari klinik Rimbo Medical Centre. Namun, setelah dilakukan autopsi pada jenazah korban oleh Dokter forensik RS Bhayangkara Jambi ditemukan hasil yang berbeda.
Pengungkap hasil autopsi jenazah korban disampang secara virtual oleh Dokter forensik RS Bhayangkara Jambi yakni dr. Erni Situmorang melalui konferensi pers bertempat di lantai 3 Gedung SPKT Mapolda Jambi, Sabtu (23/3/2024).
“Kita membuka kubur kembali untuk mengambil jenazah tersebut dan diidentifikasi kembali jenazahnya. Kemudian, kita melakukan autopsi, autopsi itu adalah seperti membedah mayat, melihat di bagian organ-organ dan dari situlah kita bisa menentukan organ mana yang menyebabkan kematian,” kata dr. Erni.
Pihaknya melakukan proses autopsi tepat pada 7 hari setelah korban meninggal dunia atau pada 20 November 2024 di Muara Kilis, Kabupaten Tebo, Jambi.
Keterangan CCTV kasus kematian santri Tebo.
“Berdasarkan fakta-fakta yang didapat dari hasil pemeriksaan jenazah tersebut, maka saya simpulkan bahwa jenazah adalah seorang laki-laki umur kurang lebih 14 tahun, panjang badan kurang lebih 150 cm telah dimakamkan selama 7 hari ditemukan luka akibat kekerasan pukul,” jelas dr. Erni.
Berdasarkan keterangan Erni, hasil autopsi menunjukkan luka memar di atas mata bagian kiri. Terdapat juga resapan darah di tengkorak pelipis kanan, batang tengkorak bagian belakang patah, serta ditemukan resapan darah di bagian lapang pandang.
Kemudian, tulang tengkorak retak, tulang di atas telinga terdapat resapan darah, di dagu hingga semua gigi bawah goyang. Pada semua sisi bahu ditemukan patah, hingga beberapa tulang rusuk dalam kondisi patah. Serta, ada luka lecet pada bagian jari tangan.
Dirreskrimum Polda Jambi, Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira menyampaikan bahwa kasus kematian santri Tebo ini berkaitan dengan anak-anak yang berhadapan dengan hukum, sehingga perlu ketelitian dalam proses pengungkapannya. Sebab, harus mempertimbangkan hak dan undang-undang perlindungan anak.
“Kami telah melakukan pemeriksaan terhadap 54 orang saksi, baik itu kakak kelas, adik kelas, pengurus dan juga dokter yang mengeluarkan surat keterangan kematian,” ungkap Kombes Andri.
Sementara itu, Kapolres Tebo AKBP I Wayan Arta Ariawan menjelaskan bahwa penyebab terjadinya kasus ini adalah peminjaman uang yang dilakukan oleh pelaku.
Kapolres Tebo, AKBP I Wayan Arta Ariawan saat menyampaikan keterangan.
“Adapun motifnya, dari pihak korban pernah meminjamkan uang. Lalu korban menagih hutang, dari keterangan saksi penyampaian korban membuat dua orang anak yang berkonflik dengan hukum tersinggung, adapun besarnya hutang 10 ribu rupiah,” terang AKBP Arta.
Atas kejadian ini, AKBP I Wayan Arta Ariawan menyatakan untuk ancaman terhadap pelaku yakni hukuman 15 tahun penjara.