Puluhan
tahun yang lalu, penulis sudah pernah mendengar adanya lopak ini. Tempat itu
dijadikan tempat pengobatan oleh banyak orang. Meski pada masa itu, akses
transportasi tidak memadai.
Menurut orang yang pernah ke sana, dasar lopak itu
adalah bubur kayu. Dan karena itu penulis menduga bahwa kayu-kayuan yang telah
hancur sejak dari ratusan tahun yang lalu, mungkin terdiri dari kayu-kayu yang
mengandung medis.
Seperti yang dikatakan tadi, bahwa warga Marga Air Hitam ini
mempunyai banyak keanehan tetapi nyata. Di antaranya, sungainya yang dinamakan
Air Hitam itu, airnya memang berwarna hitam, seperti tinta.
Mempunyai cabang bernama Sungai Jernih, sesuai dengan keadaan
warna airnya yang jernih bagaikan kaca. Sehingga jarum yang jatuh ke dalamnya
pun akan kelihatan.
Kemudian, sebatang anak sungai dari Air Hitam ini disebut orang
Sungai Mentawak. Didengar dari sebuah legenda rakyat, bahwa dalam areal Sungai
Mentawak ini dulunya tidak jauh dari muara, ada negeri bernama Mentawak.
Dalam satu masa, terjadi peperangan kejam. Musuh dari luar daerah
telah membunuh wanita dan anak-anak di tempat-tempat yang lain. Sehingga
seorang tua sebelum ia berangkat dengan pasukannya ke garis depan, ditanamnya
sebuah jimat di negeri itu agar musuh tidak terlihat akan negerinya.
Orang tua
yang menanam jimat itu gugur di garis depan dan orang-orang yang tinggal tidak
tahu di mana jimat itu ditanam. Hingga negeri itu hilang dari pandangan orang
ramai, menjadi negeri hunian, yakni menurut orang di sini, negerinya tidak
tampak, namun orangnya ada.
Kalau ada pesta besar seperti pengantin anak orang terkemuka
di marga ini atau kedatangan orang besar, seperti pernah satu kali untuk
pertamanya kepala daerah Kabupaten Merangin Lama (Sarko Bungo dan Tebo
sekarang) mengunjungi Marga Air Hitam ini.
Baca Juga
Kepala Marga di sini dengan orang-orang tua tertentu membawa
sirih pinang ke batas negeri yang tidak kelihatan ini. Berseloka
petatah-petitih mengundang orang-orang yang ada di Mentawak ini, agar dapat
hadir di hari yang telah ditentukan itu.
Di hari berkumpul itu bapak-bapak bupati menggeleng kepala
kekaguman, kurang percaya bahwa yang hadir itu semuanya adalah penduduk warga
itu. Sebab ramainya melebihi dari perkiraan, banyaknya penduduk di sana, maklum
satu marga terkecil.
Negeri yang hilang ini disebut-sebut adalah negeri ibunda
Raden Mattaher, Panglima Gerilya Pemerintahan Sultan Taha Saifudin, yang gugur
pada tahun 1907 tengah malam Jumat 7 September.
Negeri
Mentawak yang disebut legenda itu kini keberadaannya bersama keadaannya
bersamak-samak kecil yang ditumbuhi pohon-pohon besar, menyebar satu-satu
seakan diatur penanamannya dulu.
Kemudian, di Air Hitam ini yang pada abad...