Parlagutan Nasution terima uang dalam pot

JAMBI – Sepertinya pimpinan DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019, yang menjadi saksi pertama sidang kasus suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi 2017-2018, tak mau disebut sebagai inisiator uang “ketok palu”. Tiga pimpinan yang duduk sebagai saksi itu adalah Cornelis Buston (CB), Syahbandar dan Chumaidi Zaidi.

Dalam sidang terdakwa Joe Fandy Yoesman alias Asiang pada sidang kedua di Pengadilan Tipikor Jambi, unsur pimpinan menyebutkan bahwa uang ketok palu berawal dari permintaan anggota.

Menurut CB, ia mendapat informasi ada penyerahan uang dari terdakwa kepada Plt Kadis PU Provinsi Jambi, Arpan. Dia mengaku penyerahan itu dilakukan tanpa sepengetahuannya. “Mereka (anggota) bergerak sendiri. Apakah ketua fraksi menerima, itu saya tidak tahu,” katanya.

Begitu juga dengan Syahbandar dan Chumaidi Zaidi. Mereka mengaku tidak tahu apakah ketua-ketua fraksi
menerima atau tidak uang ketok palu. Meski tidak tahu pasti, namun menurut CB, penyerahan uang itu ada hubungannya dengan pengesahan RAPBD. Menurut dia, kalau tidak ada uang itu anggota memboikot paripurna. “Siapa yang ngomong seperti?” tanya hakim ketua Viktor Togi R. “Itu pemikiran saya,” jawab CB.

Chumaidi Zaidi, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019, mengaku jika dirinya tidak pernah meminta proyek dan uang pokok pikiran (pokir) dengan pihak pemerintah.

Hal ini terungkap dari pertanyaan jaksa KPK, terkait dengan uang ketok palu pengesahan APBD. “Pak Chumaidi, apakah pernah minta proyek dan uang pokir?” tanya jaksa KPK. Chumaidi menjelaskan jika dirinya tidak pernah meminta proyek dan pokir. “Saya tidak pernah minta proyek dan pokir,” jawabnya.

Namun saat ditanya apakah dirinya pernah menerima uang, Chumaidi mengakuinya. “Ya (tahun 2017), kalau 2018 saya tidak terima dan saya tolak,” tandasnya. Sementara, CB menegaskan bahwa dirinya tidak mau minta uang ketok palu. “Saya tidak pernah minta itu, tapi kalau saya dikasih proyek saya mau,” tegasnya.

Sementara Syahbandar mengaku, jika unsur pimpinan lebih memilih proyek dari pada uang ketok palu seperti yang diterima oleh anggota. “Pimpinan memilih proyek biar tidak kentara,” sebutnya. Tadjuddin Hasan, anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 ini menjadi saksi kasus suap pengesahan APBD 2018. Dalam sidang Tadjudin mengaku uang itu diterimanya Rp 600 juta.

Dirinya belum sempat menceritakan kepada rekan-rekannya sesama fraksi PKB, karena sudah keduluan ada OTT.  Bahkan, keterangan politisi PKB mengundang tawa  pengunjung sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi.

Tadjuddin juga blak-blakan di hadapan majelis hakim. Dia menganggap duit itu hadiah. Karena duit itu dikasih setelah ketok palu, bukan sebelum kotak palu. Tadjuddin mengaku jika dirinya menerima uang di depan halaman kantor PKB Provinsi Jambi. “Ada yang datang, katanya ada titipan. Saya buka pintu mobil, tapi saya tidak tanya dari mana dan saya tidak hitung. Alangkah naifnyo, orang datang ke rumah ngantar duit kito tolak, beduso,” kata Tadjudin yang kemudian disambut tawa pengunjung sidang.

Tadjuddin mengatakan, setelah menerima titipan itu dirinya berangkat ke Jakarta. “Sampai di Jakarta saya baca berita ada OTT di Jambi, Naah… ini benar tidak main-main,” kata lagi yang juga disambut tawa pengunjung.

Dalam persidangan kemarin, Jaksa KPK kembali membuka rekaman percakapan antara Saifuddin dengan Tadjudin Hasan, soal rencana pertemuan keduanya dalam sidang suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2018 di Pengadilan Tipikor Jambi.  Politisi PKB ini mengaku jika itu percakapan antara dirinya dengan Saifuddin, berencana mau bertemu esok harinya.

Parlagutan Nasution juga mengaku menerima uang yang diberikan dengan cara meletakkan di pot bunga. Awalnya dia mengaku tidak tahu asal uang itu, terakhir ia baru tahu jika uang itu dari Arpan, untuk bisa hadir rapat paripurna. “Kalau tidak ada uang itu apakah saudara juga akan hadir,” tanya hakim ketua. “Hadir juga pak,” jawabnya.

Sementara Joe Fandy Yoesman alias Asiang, terdakwa kasus uang ketok palu pengesahaan APBD Provinsi Jambi 2018, tidak menyangkal keterangan ketiga saksi dari unsur pimpinan DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019.  Usai sidang, Iskandar Jaksa Penuntut Umum KPK, mengatakan, permintan uang memang pada persidangan ini belum terungkap pada keterangan saksi. Namun, difokuskan bahwa ada permintaan uang, kemudian ada realisasi.

“Kali ini kita tidak fokuskan langsung kepada Asiang. Intinya pemberian itu tidak mungkin, kalau tidak ada maksud, karena pinjaman ada pertangungjawaban. Siapa nanti yang mau mengembalikan logikanya, seperti itu. Nanti akan kita buktikan bahwa itu ada kaitan dengan proyek,” jelasnya.

Lalu apa kata Muhamad Farizi, penasehat hukum Asiang atas keterangan saksi-saksi yang dihadirkan KPK? Ia mengatakan kaitan ketok palu terlihat. “Uang dari klien kami sudah terbukti. Cuma apakah uang itu memang diniatkan diserahkan kepada DPRD, itu adalah persoalan yang lain. Tetapi memang benar uang berasal dari Joe Fandy, ini mungkin yang akan dibuktikan oleh jaksa,” ungkapnya.    

Dari persidangan, hampir semua keterangan saksi yang dihadapkan ke muka sidang mengaku uang tersebut mereka terima. “Hampir semua dari anggota dewan bahwa uang itu nyampai,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *